FILM DOKUMENTER “MIPIT AMIT MANGGIH SILIH” MENGGUGAH MAKNA SEREN TAUN DI CIGUGUR – Singgih Dini Kusuma
FILM DOKUMENTER “MIPIT AMIT MANGGIH SILIH” MENGGUGAH MAKNA SEREN TAUN DI CIGUGUR adalah judul tesis dari Singgih Dini Kusuma yang dipaparkan pada saat ujian proposal pada hari Jumat, 10 Januari 2025. Menurut Singgih, selama bertahun-tahun, upacara Seren Taun telah memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan kepercayaan masyarakat Sunda di Cigugur, tetapi upacara Seren Taun sempat mengalami gangguan dan stigmatisasi. Bagi yang tidak memahami konteks budaya Sunda, Seren Taun sering kali disalah artikan. Ritual ini menurutnya kerap dipersepsikan sebagai “upacara aliran sesat” atau ritual “mistis” karena adanya unsur–unsur yang dianggap asing atau tidak biasa, seperti sesajen dan doa-doa adat yang dilakukan dalam bahasa Sunda kuno.
Singgih Dini Kusuma menyatakan, label “aliran sesat” tidak hanya mempengaruhi cara masyarakat luar memandang Seren Taun, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat adat Sunda itu sendiri. Pandangan yang salah ini sering kali menciptakan stigma dan jarak sosial antara masyarakat adat dengan masyarakat luas. Meskipun demikian, keragaman masyarakat Indonesia dapat menyebabkan etnosentrisme dan prasangka, yang berpotensi menciptakan jarak sosial di antara kelompok budaya yang berbeda. Menurut Singgih Dini Kusuma. hal ini bahkan dapat menghambat proses pelestarian budaya, karena pandangan negatif tersebut menimbulkan tekanan sosial yang mungkin membuat generasi muda enggan melanjutkan tradisi ini. “Seren Taun memiliki nilai – nilai kearifan lokal yang sangat relevan, seperti pemeliharaan ekosistem, sikap hormat kepada alam, dan keseimbangan sosial” kata Singgih.
Penciptaan karya film dokumenter “Mipit Amit,Manggih Silih” karya Singgih Dini Kusuma ini bertujuan mengungkap makna spiritual dan kultural dari ritual Seren Taun serta untuk menjelaskan bagaimana dokumentasi visual dapat digunakan untuk mematahkan prasangka yang keliru. Singgih mencoba menciptakan karya film dokumenter dengan lebih menitik beratkan kepada dokumenter etnografi sebagai media advokasi kepada masyarakat luas dalam melestarikan dan menyampaikan pesan budaya melalui bahasa visual.
Singgih Dini Kusuma dalam ujian ini menghadirkan film dokumenter upacara Seren Taun yang menggabungkan tradisi budaya dan prosesi spiritual masyarakat Pasundan. Upacara ini memiliki makna yang dalam selain sebagai cara untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena telah memberikan kesejahteraan, berkah, perlindungan, dan kekayaan alam kepada manusia, tetapi juga mengajarkan kita untuk menghargai alam.
Singgih menjelaskan, analogi perspektif naturalistik diterapkan dalam garapan film “Seren Taun”, agar secara maksimal mampu mengeksplorasi semua fenomena dan merepresentasikannya secara utuh dan kontekstual, berdasarkan sudut pandang subjektif masyarakat adat Sunda Wiwitan. Oleh karenanya, pendekatan lain dan yang selaras dilakukan adalah dengan cara pandang emik, karena mengutamakan sudut pandang subjek pelaku tradisi. Menurutnya Kedua teori ini merupakan metode dasar bagi pembuatan film etnodokumenter sebagai bungkus pendekatan realistik.
Pada garapan Seren Taun, Singgih Dini Kusuma menggunakan bentuk Potret, mengingat bahwa Upacara Seren Taun merupakan
potret tradisi masyarakat Cigugur. Dengan mengutip pernyataan dari Kartika dalam bukunya ‘Kreasi Artistik’ bahwa sebuah karya cipta dapat dijadikan media konservasi untuk pelestarian seni rakyat dan sekaligus sebagai pengembangan nilai-nilai seni rakyat kita yang
sebagian besar sudah mengalami kepunahan. Singgih memotret kehidupan sosial masyarakat adat, tanpa interpretasi subyektif terhadap peristiwa yang terjadi di depan lensa kamera. Semua adegan direkam sesuai kronologi peristiwa sebagai catatan etnografi dengan pendekatan emik. Dengan kata lain, bahwa subjek sebagai pelaku budaya mengetengahkan potret dirinya secara utuh ke public tanpa adanya intervensi dari pihak diluar mereka.
Dalam ujian proposal ini, hadir Dr. Handriyotopo, S.Sn., M.Sn. sebagai Ketua Penguji, Dr. Drs. Budi Setiyono, M.Si. sebagai pembimbing dan Tito Imanda S.Sos., M.A., Ph.D